Oleh
: Tim Nusantara ;
Jefri Soni,
Martha GS Siagian,
Diniyah P Harahap,
Winnie Yusra,
Rano Krisno Lubis
(Mahasiswa
Pascasarjana S2 Unimed
Administrasi
Pendidikan Konsentrasi Kepengawasan)
Sekolah berada di titik sentral kehidupan masyarakat, maka Kepala Sekolah
berada di titik yang paling sentral dari kehidupan sekolah. Keberhasilan atau
kegagalan suatu sekolah dalam menampilkan kinerjanya secara memuaskan banyak
tergantung pada kualitas kepemimpinan Kepala Sekolah. Sejauh mana kepala
sekolah mampu menampilkan kepemimpinan yang baik berpengaruh langsung tehadap
kinerja sekolah. Sekolah dengan manajemen yang bermutu akan mampu menghasilkan
produk yang berkualitas dan manjadi komunitas yang dapat memberi nilai tambah
bagi perubahan dan perbaikan pendidikan bangsa. Sistem manajemen yang baik
tentunya tidak terlepas dengan kualitas top manager yang ada di lembaga
tersebut. (Jatmiko A)
Wildavsky yang dikutip Sudarwan Danim mengemukakan bahwa salah satu
preposisi tentang kebijakan pendidikan bagi kepala sekolah atau calon kepala
sekolah, bahwa “Kompetensi minimal seorang kepala sekolah adalah memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam bidang keadministrasian sekolah;
keterampilan hubungan manusiawi dengan staf, siswa dan masyarakat, dan
keterampilan teknis instruksional dan non instruksional”.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Kantz bahwa dalam keseluruhan mekanisme
kerja manajemen sekolah sebagai proses sosial, mengemukakan tiga jenis keterampilan
yang hendaknya dimiliki oleh kepala sekolah atau calon kepala sekolah yaitu :
1. Keterampilan teknis, adalah keterampilan yang
berhubungan dengan pengetahuan, metode dan teknik-teknik tertentu dalam
menyelesaikan tupoksi.
2. Keterampilan manusiawi, adalah keterampilan yang
menunjukkan kemampuan seorang manajer dalam bekerja sama dengan orang lain
secara efektif dan efisien.
3. Keterampilan konseptual, merupakan keterampilan
yang behubungan dengan cara kepala sekolah memandang sekolah, keterkaitan
sekolah dengan struktur di atasnya dan dengan pranata-pranata kemasyarakatan,
serta program kerja sekolah secara keseluruhan.
Beberapa
kebijakan yang erat kaitannya dengan kepala sekolah adalah Kepmendiknas RI Nomor 162/U/2003 tentang
Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah dan Peraturan Mendiknas Nomor 13
Tahun 2007 tertanggal 17 April 2007 tentang Kualifikasi dan kompetensi Kepala
Sekolah / Madrasah. Permendiknas yang dinyatakan mulai berlaku tanggal 17 April
2007 tersebut tidak memberikan masa transisi sehingga rawan pelanggaran
terhadap Permen tersebut. Dengan “wajib”nya dipenuhi standar kepala sekolah
yang berlaku nasional tersebut dikaitkan dengan belum terlaksananya Uji
Sertifikasi Guru dan pemberian sertifikatnya, maka tertutuplah pintu bagi Cakep
(Calon Kepala Sekolah) yang sudah memiliki Sertifikat Diklat Cakep namun belum
memiliki Sertifikat Pendidik sebagai Guru untuk diangkat sebagai Kepala Sekolah.
Karena salah satu persyaratan untuk diangkat sebagai kepala sekolah yakni
memiliki sertifikat pendidik sebagai guru belum terpenuhi. Jika Bupati /
Walikota mengangkat Kepala Sekolah yang berasal dari guru yang belum
disertifikasi maka hal itu bisa dianggap bertentangan dengan Permendiknas
tentang Standar Kepala Sekolah ini.
Sebelum otonomi pendidikan rekruitment calon kepala sekolah ini dilakukan
oleh Dinas Pendidikan Propinsi, kemudian setelah diberlakukannya UU otonomi
daerah seleksi calon kepala sekolah dilakukan oleh Kantor Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota masing-masing daerah. Dinas ini langsung menerbitkan
SK Kepala Sekolah sebagai bukti autentik jabatannya. Bagaimana dengan kompetensi calon kepala sekolah yang
diangkat tersebut? Departemen Pendidikan Nasional memperkirakan 70 persen dari
250 persen kepala sekolah di Indonesia tidak kompeten. Banyaknya kepala sekolah
yang kurang memenuhi standar kompetensi ini tidak terlepas dari proses
rekrutmen dan pengangkatan kepala sekolah yang berlaku saat ini (Darma. S,
2008)
Dalam
makalah ini penulis mencoba untuk mengangkat masalah yang berkaitan dengan isu
yang berkembang di kalangan pendidikan dan tenaga kependidikan khususnya
rekrutmen dan dan lembaga yang berwenang yang dapat mengeluarkan sertifikat calon
kepala sekolah.
PEMBAHASAN
Standar Perekrutan Kepala Sekolah
Penetapan
Standar Kepala Sekolah memang sangat positif dimasa keterbukaan dengan
akuntabilitas publik yang semakin baik sekarang ini. Permen ini tentu tidak
berdiri sendiri sebagai satu piranti hukum dalam mengatur dan upaya
meningkatkan mutu Standar Pendidikan Nasional kita. Ditjen PMPTK telah menyusun
suatu pedoman tentang Pengembangan Mutu Kepala Sekolah untuk kedua jalur yakni
dari rekruitment calon kepala sekolah dan jalur peningkatan mutu kepala sekolah
yang sudah dan sedang menjabat.
Untuk
bisa diangkat sebagai Kepala Sekolah seorang guru yang lulus seleksi harus
mengikuti Sertifikasi melalui Diklat Cakep 900 jam yang diakhiri dengan Uji
Kompetensi. Jika dinyatakan lulus sebagai Cakeppun masih harus melalui Uji
Publik di hadapan beberapa unsur stake-holders dimana sekolah itu berada. Jika
uji publik (semacam pemaparan visi dan misi lengkap dengan beberapa
perencanaan) ini dapat dilalui barulah yang bersangkutan dapat diangkat dan ditempatkan
di suatu sekolah sebagai kepala sekolah definitif. Sedangkan bagi kepala
sekolah yang sedang menjabat, prosesi peningkatan mutu dilakukan dengan Uji
Kompetensi.
Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 41 ayat (2) berbunyi “Pengangkatan,
penempatan, dan penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga
yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal”. Undang-undang
No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen banyak pertanyaan yang muncul di
masyarakat luas karena ada kekhawatiran UU tersebut tidak dapat memayungi
seluruh guru. Dengan kata lain ditakutkan adanya proses diskriminasi antara
guru PNS dan guru swasta. Khusus posisi guru swasta selama ini memang
seolah-olah tidak dipayungi oleh UU yang ada meskipun secara eksplisit sudah
tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas). Dari sudut UU kepegawaian jelas tidak menkhususkan untuk guru,
karena yang diatur adalah pegawai pemerintah (PNS) sedangkan dari sudut UU
Ketenagakerjaan juga akan sangat sulit karena penyelenggara pendidikan adalah
yayasan. Sehingga guru tidak dapat dikatagorikan sebagai tenaga kerja atau buruh.
Bisa dikatakan sebelum UU Guru dan Dosen disahkan, guru-guru tidak mempunyai
payung hukum yang jelas. Yang memang mengatur segala sesuatu secara khusus yang
menyangkut guru, seperti halnya dengan UU Tenaga Kerja dan UU Kepegawaian.
C.E Beeby (1981) dalam bukunya “Pendidikan
di Indonesia” menguraikan tentang masih rendahnya kemampuan Kepala Sekolah baik
di Sekolah Dasar maupun di Sekolah Lanjutan, meski diakui Kepala Sekolah
Lanjutan lebih tinggi kualitasnya karena umumnya berkualifikasi Sarjana, namun
tetap saja Kinerja/Kepemimpinan Kepala Sekolah masih dianggap gagal dimana
“sebab utama dari kegagalan dalam kepemimpinan para Kepala Sekolah ini terletak
pada organisasi intern Sekolah lanjutan itu sendiri”. Sementara Sherry Keith
dan Robert H. Girling (1991) mengutip laporan Coleman Report menyebutkan bahwa
dalam penelitian efektifitas sekolah 32% prestasi siswa dipengaruhi kualitas
manajemen sekolah. Ini berarti bahwa kinerja kepala sekolah dalam manajemen
pendidikan akan juga berdampak pada prestasi siswa yang terlibat di dalam
sekolah tersebut.
Untuk melahirkan seorang kepala sekolah
yang profesional dibutuhkan sistem yang kondusif, baik rekrutmen maupun
pembinaan. Dari proses rekrutmen yang sarat KKN mustahil dilahirkan seorang
kepala sekolah yang profesional. Dibutuhkan sistem rekrutmen yang berfokus pada
kualitas dan pembinaan yang berorientasi pada kinerja dan prestasi dengan
”reward & punishment” yang tegas dan konsekuen untuk melahirkan seorang
kepala sekolah yang tangguh. Pengadaan kepala sekolah merupakan proses
mendapatkan calon kepala sekolah yang paling memenuhi kualifikasi dalam rangka
mengisi formasi kepala sekolah dalam satuan pendidikan tertentu.
Proses Penyiapan calon
kepala sekolah/madrasah meliputi Rektrutmen, Pendidikan dan Pelatihancalon
kepala sekolah/madrasah. Rektrutmen bertujuan untuk memilih guru-guru yang
memiliki pengalaman dan potensi terbaik untuk mendapatkan tugas sebagai kepala
sekolah/madrasah, dengan langkah-langkah kegiatan yang meliputi : (1).
pengusulan calon oleh kepala sekolah dan atau pengawas sekolah, (2). Seleksi
administrative, dan Seleksi akademik.
Seleksi administrstif
berupa pemeriksaan terhadap dokumen administrasi calon kepala sekolah dengan
tujuan untuk memastikan bahwa calon kepala sekolah memenuhi persaratan
administrative seperti tercantum dalam Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 pasal 2
ayat (2) ;
a.
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa;
b.
Memiliki kualifikasi akademik paling rendah
sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan
perguruan tinggi yang terakreditasi;
c.
Berusia setinggi-tingginya 56 (lima puluh
enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/ madrasah;
atau setinggi-tingginya 54 tahun pada saat mengajukan lamaran.
d.
Sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat
keterangan dari dokter Pemerintah;
e.
Tidak pernah dikenakan hukuman disiplin
sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f.
Memiliki sertifikat pendidik;
g.
Pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun menurut jenis dan jenjang sekolah/madrasah masing-masing, kecuali
di taman kanak-kanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB)
memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB;
h.
Memiliki golongan ruang serendah-rendahnya
III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru bukan PNS disetarakan
dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang
dibuktikan dengan SK inpasing;
i.
Memperoleh nilai amat baik untuk unsur
kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian lainnya sebagai guru dalam
daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis
DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
j.
Memperoleh nilai baik untuk penilaian
kinerja sebagai guru dalam 2 (dua) tahun terakhir.
Proses Perekrutan Kepala Sekolah
Rangkaian kegiatan pengadaan kepala sekolah
terdiri dari : penetapan formasi, rekrutmen calon, seleksi calon dan
pengangkatan calon yang paling memenuhi kualifikasi. Tahap rekrutmen dan
seleksi merupakan tahap yang paling krusial, yang jika terjadi salah langkah
pada tahap ini bisa berakibat fatal bagi sekolah yang mendapat kepala sekolah
yang kurang kompeten. Tidak sedikit sekolah yang sebenarnya memiliki potensi
besar karena siswa yang masuk merupakan siswa berprestasi tapi tidak
berkembang, stagnan, bahkan mengalami kemunduran akibat kepala sekolah yang
tidak kompeten.
Untuk melahirkan kepala sekolah yang
profesional, Depdiknas sedang menggodok Peraturan Menteri Tentang Pedoman Dan
Panduan Pelaksanaan Pengadaan Kepala Sekolah, untuk dijadikan pegangan bagi
daerah dalam pengadaan kepala sekolah. Beberapa prinsip rekrutmen yang penting
dalam pengadaan kepala sekolah menurut depdiknas adalah :
1. Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan
secara rutin pada awal tahun berdasarkan hasil analisis dan penetapan formasi
jabatan kepala sekolah
2. Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan
secara proaktif dalam rangka mendapatkan guru yang paling menjanjikan untuk
menjadi kepala sekolah. Rekrutmen calon kepala sekolah hendaknya dilakukan
melalui proses pencarian secara aktif kepada semua guru yang dipandang memiliki
kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah, sehingga guru-guru yang memiliki
kualifikasi dan kompetensi yang paling menjanjikan banyak melamar dan mengikuti
seleksi calon kepala sekolah.
3. Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan
secara terbuka melalui surat kabar lokal dalam rangka memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada guru yang memenuhi kualifikasi. (Depdiknas : 2007)
Seleksi merupakan tahap ketiga dalam pengadaan kepala sekolah.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor : 162/U/2003, tentang Pedoman
Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah, pasal 5 menyebutkan tahap-tahap seleksi
kepala sekolah yang meliputi : 1)Seleksi administratif, 2)Test Tulis dan
3)Paparan makalah. Sementara dalam rancangan Peraturan Mendiknas tentang
Pedoman dan Panduan Pengadaan Kepala Sekolah seleksi terdiri dari : seleksi
administratif, seleksi akademik, uji kompetensi dan uji akseptabilitas.
Mengingat strategisnya peran kepala sekolah dalam
peningkatan kualitas pendidikan maka proses pengadaan kepala sekolah, baik
rekrutmen mapupun seleksi menjadi salah satu faktor terpenting dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Sekaitan dengan rekruitmen dan lembaga
yang berwenang untuk mengeluarkan sertifikat kepala sekolah sampai saat ini
belum diatur secara rinci, tapi sistem rekruitmen kepala sekolah di SMK sudah
dilakukan secara nasional.
Sebelum otonomi pendidikan rekruitment calon kepala
sekolah ini dilakukan oleh Dinas Pendidikan Propinsi, kemudian setelah
diberlakukannya UU otonomi daerah seleksi calon kepala sekolah dilakukan oleh
Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota masing-masing daerah. Dinas ini langsung
menerbitkan SK Kepala Sekolah sebagai bukti autentik jabatannya. Bagaimana
dengan kompetensi calon kepala sekolah yang diangkat tersebut ?. Departemen
Pendidikan Nasional memperkirakan 70 persen dari 250 kepala sekolah di
Indonesia tidak kompeten. Banyaknya kepala sekolah yang kurang memenuhi standar
kompetensi ini tidak terlepas dari proses rekrutmen dan pengangkatan kepala
sekolah yang berlaku saat ini.
Di sejumlah negara maju masalah kepala sekolah ditangani
oleh lembaga tersendiri yang khusus melatih kemampuan kepala sekolah dan mempersiapkan
calon kepala sekolah. Lembaga ini sudah go internasional. Untuk menjadi kepala
sekolah, seseorang harus menjalani training dengan minimal waktu yang
ditentukan. Sebagai contoh Malaysia, yang menetapkan 300 jam pelatihan untuk
menjadi kepala sekolah, Singapura ada lembaga ”Leadership School” khusus untuk
melatih kepala sekolah dan mempersiapkan calon-calon kepala sekolah dengan
standar 16 bulan pelatihan, dan Amerika yang menetapkan lembaga pelatihan untuk
mengeluarkan surat izin atau surat keterangan kompetensi. Begitu juga di Malaysia,
Korea Selatan, Australia dan negara-negara Eropa memiliki lembaga sejenis. Dalam
penerbitan sertifikat calon kepala sekolah sebaiknya dilakukan secara nasional
dengan membentuk tiem seleksi dan pelatihan juga melibatkan LPTK yang ada untuk
masing-masing rayon di wilayah Indonesia ini. Dengan demikian diharapkan akan
meningkat kualitas sekolah secara nasional, sebab salah satu faktor yang
dominan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah banyak dipengaruhi
oleh kualitas kepala sekolahnya.
PENUTUP
Dari pembahasan di atas jika dianalisis lebih dalam lagi
akan muncul suatu kekhawatiran dan kecemasan dalam kaitannya dengan masalah
mutu pendidikan ke depan, sebab banyak ahli berpendapat bahwa mutu pendidikan
pada suatu satuan pendidikan akan lebih banyak ditentukan oleh Kepala Sekolah
sebagai key person. Kekhawatiran tersebut akan muncul pada tataran bawah dalam
implementasinya walaupun secara nasional kebijakan yang dibuat tentang
kekepala sekolahan sudah baik.
Hal ini bisa saja muncul akibat Undang-Undang Otonomi
daerah yang berdampak pada otonomi pendidikan, sebagian Kabupaten/Kota mungkin
saja sudah mengikuti aturan ini dan bisa saja dengan hitungan secara nasional
masih banyak Kabupaten/Kota mengabaikannya. Walaupun demikian kita berharap
pihak terkait akan memperhatikan permasalahan kekepalasekolahan ini secara
serius sebab sangat erat kaitannya dengan mutu pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar