Jumat, 25 Oktober 2013

KEBIJAKAN REKRUTMEN CALON KEPALA SEKOLAH

Oleh : Tim Nusantara ;
Jefri Soni,
Martha GS Siagian,
Diniyah P Harahap,
Winnie Yusra,
Rano Krisno Lubis
(Mahasiswa Pascasarjana S2 Unimed
Administrasi Pendidikan Konsentrasi Kepengawasan)

Sekolah berada di titik sentral kehidupan masyarakat, maka Kepala Sekolah berada di titik yang paling sentral dari kehidupan sekolah. Keberhasilan atau kegagalan suatu sekolah dalam menampilkan kinerjanya secara memuaskan banyak tergantung pada kualitas kepemimpinan Kepala Sekolah. Sejauh mana kepala sekolah mampu menampilkan kepemimpinan yang baik berpengaruh langsung tehadap kinerja sekolah. Sekolah dengan manajemen yang bermutu akan mampu menghasilkan produk yang berkualitas dan manjadi komunitas yang dapat memberi nilai tambah bagi perubahan dan perbaikan pendidikan bangsa. Sistem manajemen yang baik tentunya tidak terlepas dengan kualitas top manager yang ada di lembaga tersebut. (Jatmiko A)  
Wildavsky yang dikutip Sudarwan Danim mengemukakan bahwa salah satu preposisi tentang kebijakan pendidikan bagi kepala sekolah atau calon kepala sekolah, bahwa “Kompetensi minimal seorang kepala sekolah adalah memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang keadministrasian sekolah; keterampilan hubungan manusiawi dengan staf, siswa dan masyarakat, dan keterampilan teknis instruksional dan non instruksional”.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Kantz bahwa dalam keseluruhan mekanisme kerja manajemen sekolah sebagai proses sosial, mengemukakan tiga jenis keterampilan yang hendaknya dimiliki oleh kepala sekolah atau calon kepala sekolah yaitu :
1.       Keterampilan teknis, adalah keterampilan yang berhubungan dengan pengetahuan, metode dan teknik-teknik tertentu dalam menyelesaikan tupoksi.
2.       Keterampilan manusiawi, adalah keterampilan yang menunjukkan kemampuan seorang manajer dalam bekerja sama dengan orang lain secara efektif dan efisien.
3.       Keterampilan konseptual, merupakan keterampilan yang behubungan dengan cara kepala sekolah memandang sekolah, keterkaitan sekolah dengan struktur di atasnya dan dengan pranata-pranata kemasyarakatan, serta program kerja sekolah secara keseluruhan.
Beberapa kebijakan yang erat kaitannya dengan kepala sekolah adalah Kepmendiknas RI Nomor 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah dan Peraturan Mendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tertanggal 17 April 2007 tentang Kualifikasi dan kompetensi Kepala Sekolah / Madrasah. Permendiknas yang dinyatakan mulai berlaku tanggal 17 April 2007 tersebut tidak memberikan masa transisi sehingga rawan pelanggaran terhadap Permen tersebut. Dengan “wajib”nya dipenuhi standar kepala sekolah yang berlaku nasional tersebut dikaitkan dengan belum terlaksananya Uji Sertifikasi Guru dan pemberian sertifikatnya, maka tertutuplah pintu bagi Cakep (Calon Kepala Sekolah) yang sudah memiliki Sertifikat Diklat Cakep namun belum memiliki Sertifikat Pendidik sebagai Guru untuk diangkat sebagai Kepala Sekolah. Karena salah satu persyaratan untuk diangkat sebagai kepala sekolah yakni memiliki sertifikat pendidik sebagai guru belum terpenuhi. Jika Bupati / Walikota mengangkat Kepala Sekolah yang berasal dari guru yang belum disertifikasi maka hal itu bisa dianggap bertentangan dengan Permendiknas tentang Standar Kepala Sekolah ini.
Sebelum otonomi pendidikan rekruitment calon kepala sekolah ini dilakukan oleh Dinas Pendidikan Propinsi, kemudian setelah diberlakukannya UU otonomi daerah seleksi calon kepala sekolah dilakukan oleh Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota masing-masing daerah. Dinas ini langsung menerbitkan SK Kepala Sekolah sebagai bukti autentik jabatannya. Bagaimana dengan kompetensi calon kepala sekolah yang diangkat tersebut? Departemen Pendidikan Nasional memperkirakan 70 persen dari 250 persen kepala sekolah di Indonesia tidak kompeten. Banyaknya kepala sekolah yang kurang memenuhi standar kompetensi ini tidak terlepas dari proses rekrutmen dan pengangkatan kepala sekolah yang berlaku saat ini (Darma. S, 2008)
Dalam makalah ini penulis mencoba untuk mengangkat masalah yang berkaitan dengan isu yang berkembang di kalangan pendidikan dan tenaga kependidikan khususnya rekrutmen dan dan lembaga yang berwenang yang dapat mengeluarkan sertifikat calon kepala sekolah.


PEMBAHASAN
Standar Perekrutan Kepala Sekolah
Penetapan Standar Kepala Sekolah memang sangat positif dimasa keterbukaan dengan akuntabilitas publik yang semakin baik sekarang ini. Permen ini tentu tidak berdiri sendiri sebagai satu piranti hukum dalam mengatur dan upaya meningkatkan mutu Standar Pendidikan Nasional kita. Ditjen PMPTK telah menyusun suatu pedoman tentang Pengembangan Mutu Kepala Sekolah untuk kedua jalur yakni dari rekruitment calon kepala sekolah dan jalur peningkatan mutu kepala sekolah yang sudah dan sedang menjabat.
Untuk bisa diangkat sebagai Kepala Sekolah seorang guru yang lulus seleksi harus mengikuti Sertifikasi melalui Diklat Cakep 900 jam yang diakhiri dengan Uji Kompetensi. Jika dinyatakan lulus sebagai Cakeppun masih harus melalui Uji Publik di hadapan beberapa unsur stake-holders dimana sekolah itu berada. Jika uji publik (semacam pemaparan visi dan misi lengkap dengan beberapa perencanaan) ini dapat dilalui barulah yang bersangkutan dapat diangkat dan ditempatkan di suatu sekolah sebagai kepala sekolah definitif. Sedangkan bagi kepala sekolah yang sedang menjabat, prosesi peningkatan mutu dilakukan dengan Uji Kompetensi.
Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 41 ayat (2) berbunyi “Pengangkatan, penempatan, dan penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal”. Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen banyak pertanyaan yang muncul di masyarakat luas karena ada kekhawatiran UU tersebut tidak dapat memayungi seluruh guru. Dengan kata lain ditakutkan adanya proses diskriminasi antara guru PNS dan guru swasta. Khusus posisi guru swasta selama ini memang seolah-olah tidak dipayungi oleh UU yang ada meskipun secara eksplisit sudah tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dari sudut UU kepegawaian jelas tidak menkhususkan untuk guru, karena yang diatur adalah pegawai pemerintah (PNS) sedangkan dari sudut UU Ketenagakerjaan juga akan sangat sulit karena penyelenggara pendidikan adalah yayasan. Sehingga guru tidak dapat dikatagorikan sebagai tenaga kerja atau buruh. Bisa dikatakan sebelum UU Guru dan Dosen disahkan, guru-guru tidak mempunyai payung hukum yang jelas. Yang memang mengatur segala sesuatu secara khusus yang menyangkut guru, seperti halnya dengan UU Tenaga Kerja dan UU Kepegawaian.
C.E Beeby (1981) dalam bukunya “Pendidikan di Indonesia” menguraikan tentang masih rendahnya kemampuan Kepala Sekolah baik di Sekolah Dasar maupun di Sekolah Lanjutan, meski diakui Kepala Sekolah Lanjutan lebih tinggi kualitasnya karena umumnya berkualifikasi Sarjana, namun tetap saja Kinerja/Kepemimpinan Kepala Sekolah masih dianggap gagal dimana “sebab utama dari kegagalan dalam kepemimpinan para Kepala Sekolah ini terletak pada organisasi intern Sekolah lanjutan itu sendiri”. Sementara Sherry Keith dan Robert H. Girling (1991) mengutip laporan Coleman Report menyebutkan bahwa dalam penelitian efektifitas sekolah 32% prestasi siswa dipengaruhi kualitas manajemen sekolah. Ini berarti bahwa kinerja kepala sekolah dalam manajemen pendidikan akan juga berdampak pada prestasi siswa yang terlibat di dalam sekolah tersebut.
Untuk melahirkan seorang kepala sekolah yang profesional dibutuhkan sistem yang kondusif, baik rekrutmen maupun pembinaan. Dari proses rekrutmen yang sarat KKN mustahil dilahirkan seorang kepala sekolah yang profesional. Dibutuhkan sistem rekrutmen yang berfokus pada kualitas dan pembinaan yang berorientasi pada kinerja dan prestasi dengan ”reward & punishment” yang tegas dan konsekuen untuk melahirkan seorang kepala sekolah yang tangguh. Pengadaan kepala sekolah merupakan proses mendapatkan calon kepala sekolah yang paling memenuhi kualifikasi dalam rangka mengisi formasi kepala sekolah dalam satuan pendidikan tertentu.
Proses Penyiapan calon kepala sekolah/madrasah meliputi Rektrutmen, Pendidikan dan Pelatihancalon kepala sekolah/madrasah. Rektrutmen bertujuan untuk memilih guru-guru yang memiliki pengalaman dan potensi terbaik untuk mendapatkan tugas sebagai kepala sekolah/madrasah, dengan langkah-langkah kegiatan yang meliputi : (1). pengusulan calon oleh kepala sekolah dan atau pengawas sekolah, (2). Seleksi administrative, dan Seleksi akademik.
Seleksi administrstif berupa pemeriksaan terhadap dokumen administrasi calon kepala sekolah dengan tujuan untuk memastikan bahwa calon kepala sekolah memenuhi persaratan administrative seperti tercantum dalam Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010 pasal 2 ayat (2) ;
a.       Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b.       Memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan perguruan tinggi yang terakreditasi;
c.       Berusia setinggi-tingginya 56 (lima puluh enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/ madrasah; atau setinggi-tingginya 54 tahun pada saat mengajukan lamaran.
d.       Sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari dokter Pemerintah;
e.       Tidak pernah dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f.        Memiliki sertifikat pendidik;
g.       Pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenis dan jenjang sekolah/madrasah masing-masing, kecuali di taman kanak-kanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB;
h.       Memiliki golongan ruang serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK inpasing;
i.         Memperoleh nilai amat baik untuk unsur kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian lainnya sebagai guru dalam daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
j.          Memperoleh nilai baik untuk penilaian kinerja sebagai guru dalam 2 (dua) tahun terakhir.
Proses Perekrutan Kepala Sekolah
Rangkaian kegiatan pengadaan kepala sekolah terdiri dari : penetapan formasi, rekrutmen calon, seleksi calon dan pengangkatan calon yang paling memenuhi kualifikasi. Tahap rekrutmen dan seleksi merupakan tahap yang paling krusial, yang jika terjadi salah langkah pada tahap ini bisa berakibat fatal bagi sekolah yang mendapat kepala sekolah yang kurang kompeten. Tidak sedikit sekolah yang sebenarnya memiliki potensi besar karena siswa yang masuk merupakan siswa berprestasi tapi tidak berkembang, stagnan, bahkan mengalami kemunduran akibat kepala sekolah yang tidak kompeten.
Untuk melahirkan kepala sekolah yang profesional, Depdiknas sedang menggodok Peraturan Menteri Tentang Pedoman Dan Panduan Pelaksanaan Pengadaan Kepala Sekolah, untuk dijadikan pegangan bagi daerah dalam pengadaan kepala sekolah. Beberapa prinsip rekrutmen yang penting dalam pengadaan kepala sekolah menurut depdiknas adalah :
1.       Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara rutin pada awal tahun berdasarkan hasil analisis dan penetapan formasi jabatan kepala sekolah
2.       Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara proaktif dalam rangka mendapatkan guru yang paling menjanjikan untuk menjadi kepala sekolah. Rekrutmen calon kepala sekolah hendaknya dilakukan melalui proses pencarian secara aktif kepada semua guru yang dipandang memiliki kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah, sehingga guru-guru yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang paling menjanjikan banyak melamar dan mengikuti seleksi calon kepala sekolah.
3.       Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara terbuka melalui surat kabar lokal dalam rangka memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada guru yang memenuhi kualifikasi. (Depdiknas : 2007)
Seleksi merupakan tahap ketiga dalam pengadaan kepala sekolah. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor : 162/U/2003, tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah, pasal 5 menyebutkan tahap-tahap seleksi kepala sekolah yang meliputi : 1)Seleksi administratif, 2)Test Tulis dan 3)Paparan makalah. Sementara dalam rancangan Peraturan Mendiknas tentang Pedoman dan Panduan Pengadaan Kepala Sekolah seleksi terdiri dari : seleksi administratif, seleksi akademik, uji kompetensi dan uji akseptabilitas.
Mengingat strategisnya peran kepala sekolah dalam peningkatan kualitas pendidikan maka proses pengadaan kepala sekolah, baik rekrutmen mapupun seleksi menjadi salah satu faktor terpenting dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Sekaitan dengan rekruitmen dan lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan sertifikat kepala sekolah sampai saat ini belum diatur secara rinci, tapi sistem rekruitmen kepala sekolah di SMK sudah dilakukan secara nasional.
Sebelum otonomi pendidikan rekruitment calon kepala sekolah ini dilakukan oleh Dinas Pendidikan Propinsi, kemudian setelah diberlakukannya UU otonomi daerah seleksi calon kepala sekolah dilakukan oleh Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota masing-masing daerah. Dinas ini langsung menerbitkan SK Kepala Sekolah sebagai bukti autentik jabatannya. Bagaimana dengan kompetensi calon kepala sekolah yang diangkat tersebut ?. Departemen Pendidikan Nasional memperkirakan 70 persen dari 250 kepala sekolah di Indonesia tidak kompeten. Banyaknya kepala sekolah yang kurang memenuhi standar kompetensi ini tidak terlepas dari proses rekrutmen dan pengangkatan kepala sekolah yang berlaku saat ini.
Di sejumlah negara maju masalah kepala sekolah ditangani oleh lembaga tersendiri yang khusus melatih kemampuan kepala sekolah dan mempersiapkan calon kepala sekolah. Lembaga ini sudah go internasional. Untuk menjadi kepala sekolah, seseorang harus menjalani training dengan minimal waktu yang ditentukan. Sebagai contoh Malaysia, yang menetapkan 300 jam pelatihan untuk menjadi kepala sekolah, Singapura ada lembaga ”Leadership School” khusus untuk melatih kepala sekolah dan mempersiapkan calon-calon kepala sekolah dengan standar 16 bulan pelatihan, dan Amerika yang menetapkan lembaga pelatihan untuk mengeluarkan surat izin atau surat keterangan kompetensi. Begitu juga di Malaysia, Korea Selatan, Australia dan negara-negara Eropa memiliki lembaga sejenis. Dalam penerbitan sertifikat calon kepala sekolah sebaiknya dilakukan secara nasional dengan membentuk tiem seleksi dan pelatihan juga melibatkan LPTK yang ada untuk masing-masing rayon di wilayah Indonesia ini. Dengan demikian diharapkan akan meningkat kualitas sekolah secara nasional, sebab salah satu faktor yang dominan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah banyak dipengaruhi oleh kualitas kepala sekolahnya.
PENUTUP
Dari pembahasan di atas jika dianalisis lebih dalam lagi akan muncul suatu kekhawatiran dan kecemasan dalam kaitannya dengan masalah mutu pendidikan ke depan, sebab banyak ahli berpendapat bahwa mutu pendidikan pada suatu satuan pendidikan akan lebih banyak ditentukan oleh Kepala Sekolah sebagai key person. Kekhawatiran tersebut akan muncul pada tataran bawah dalam implementasinya walaupun secara nasional kebijakan yang dibuat tentang kekepala sekolahan sudah baik.
Hal ini bisa saja muncul akibat Undang-Undang Otonomi daerah yang berdampak pada otonomi pendidikan, sebagian Kabupaten/Kota mungkin saja sudah mengikuti aturan ini dan bisa saja dengan hitungan secara nasional masih banyak Kabupaten/Kota mengabaikannya. Walaupun demikian kita berharap pihak terkait akan memperhatikan permasalahan kekepalasekolahan ini secara serius sebab sangat erat kaitannya dengan mutu pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar